HUKUM TIDURNYA ORANG YANG JUNUB
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ : أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ , أَيَرْقُدُ أَحَدُنَا وَهُوَ جُنُبٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ , إذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْقُدْ
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, Bahwasanya ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “wahai Rasulullah, apakah boleh salah seorang diantara kami tidur dalam keadaan ia junub? Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ya boleh apabila salah seorang diantara kalian telah berwudhu maka tidurlah.” (HR Bukhari dan Muslim dari Kitab Umdatul Ahkam No Hadits 31)
PEMBAHASAN HADITS :
Anjuran berwudhu bagi orang yang junub dikala mau tidur.
FAEDAH DAN PELAJARAN DARI HADITS :
[1] Anjuran berwudhu bagi yang sedang junub dikala mau tidur. Perintah berwudhu dalam hadits diatas tidak menunjuukan hukum wajib, karena ada pemaling nya dari wajib kepada mustahab (sunnah).
Umul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنَامُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً
“Adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam beliau tidur dalm keadaan junub padahal tidak menyentuh air (tidak bersuci)”. (HR Abu Dawud : 228).
Riwayat diatas menunjukan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan bersuci dikala mau tidur padahal beliau dalam keadaan junub. Ini menunjukan perintah wudhu didalam hadits diatas bukanlah wajib karena kalau seandainya ia wajib tidak mungkin Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meninggalkannya.
[2] Hikmah berwudhu bagi yang junub adalah untuk meringankan hadats besar, ada juga diantara ulama yang mengatakan agar didekati para Malaikat berdasarkan riwayat dari ‘Amar bin Yasar, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا تَقْرَبُهُمُ الْمَلَائِكَةُ: جِيفَةُ الْكَافِرِ، وَالْمُتَضَمِّخُ بِالْخَلُوقِ، وَالْجُنُبُ، إِلَّا أَنْ يَتَوَضَّأَ
“Ada 3 (tiga) golongan manusia yang tidak akan didekati para Malaikat : Bangkainya orang kafir, orang yang memakai minyak wangi yang mencolok warnanya (karena menyerupai minyak wanginya kaum perempuan), dan orang yang junub kecuali yang berwudhu.” (HR Abu Dawud : 4180)
CATATAN :
Masalah wudhu bagi yg junub ini tdak berlaku bagi wanita yang sedang haidh, karena wanita yang sedang haidh dalam keadaan tidak suci terus menerus dengan keluar nya darah, sehingga dengan berwudhunya itu tidak bermanfaat untuk meringankan hadats besarnya, bahkan seandainya mandi sekalipun tidaklah menyebabkan terangkat hadatsnya, namun jika posisi telah bersih dari haidhnya tapi belum mandi, maka pada posisi demikian , wanita haidh yang sudah berhenti darahnya (suci) tapi belum mandi , disamakan dengan status orang yg junub, dimana dianjurkan berwudhu ketika mau tidur. lihat fatwanya disini https://islamqa.info/ar/155247
[3] Diantara yang disyari’atkan juga bagi yang junub untuk berwudhu adalah apabila mau mengulangi jima’ dengan istrinya.
Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ، ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ، فَلْيَتَوَضَّأْ
“Apabila salah seorang diantara kalian berjima’ dengan istrinya lalu ingin mengulangi jima’ maka berwudhulah” (HR Muslim : 308).
Perintah dalam hadits ini pun bukan menunjukan kewajiban, karena didalam Hadits Riwayat Hakim ada tambahan lafadz “bagi siapa yang mau”, Bahkan yang lebih afdhal lagi bukan hanya sekedar wudhu tapi mandi.
Dari Abi Rafi’ berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
طَافَ عَلَى نِسَائِهِ فِي لَيْلَةٍ، وَكَانَ يَغْتَسِلُ عِنْدَ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ» فَقِيلَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَلَا تَجْعَلُهُ غُسْلًا وَاحِدًا، فَقَالَ: «هُوَ أَزْكَى، وَأَطْيَبُ، وَأَطْهَرُ»
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menggilir (jima’) dengan seluruh para istrinya dalam satu malam, lalu beliau mandi setiap berjima’ dengan salah seorang dari mereka. Lalu beliau ditanya kenapa tidak satu kali mandi saja untuk semua. Beliau menjawab, “ia lebih suci, lebih baik dan lebih bersih” (HR Ibnu Majah : 590)
[4] Dianjurkan juga untuk berwudhu ketika mau tidur walaupun tidak sedang junub.
Dari Al-Barra bin ‘Ajib ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ، فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ، ثُمَّ قُلْ: اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ، اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ، فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ، فَأَنْتَ عَلَى الفِطْرَةِ، وَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَتَكَلَّمُ بِهِ ". قَالَ: فَرَدَّدْتُهَا عَلَى النَّبِيِّ فَلَمَّا بَلَغْتُ: اللَّهُمَّ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ، قُلْتُ: وَرَسُولِكَ، قَالَ: «لاَ، وَنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ
Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudlulah seperti wudlu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu dan ucapkanlah:
ALLAHUMMA ASLAMTU WAJHII ILAIKA WA FAWWADLTU AMRII ILAIKA WA ALJATU ZHAHRII ILAIKA RAGHBATAN WA RAHBATAN ILAIKA LAA MALJAA WA LAA MANJAA ILLAA ILAIKA ALLAHUMMA AAMANTU BIKITAABIKALLADZII ANZALTA WANNABIYYIKALLADZII ARSALTA
(Ya Allah, aku pasrahkan wajahku kepada-Mu, aku serahkan urusanku kepada-Mu, aku sandarkan punggungku kepada-Mu dengan perasaan senang dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari siksa-Mu melainkan kepada-Mu. Ya Allah, aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan dan kepada Nabi-Mu yang Engkau utus) '.
Jika kamu meninggal pada malammu itu, maka kamu dalam keadaan fitrah dan jadikanlah do'a ini sebagai akhir kalimat yang kamu ucapkan."
Al Bara' bin 'Azib berkata, "Maka aku ulang-ulang do'a tersebut di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hingga sampai pada kalimat: ALLAHUMMA AAMANTU BIKITAABIKALLADZII ANZALTA (Ya Allah, aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan), aku ucapkan: WA RASUULIKA (dan rasul-Mu), beliau bersabda: "Jangan, tetapi WANNABIYYIKALLADZII ARSALTA (dan kepada Nabi-Mu yang Engkau utus)." (HR Bukhari dan Muslim)
Keutamaan membaca dzikir sebelum tidur diatas adalah seandainya ia mati malam itu maka matinya diatas fitrah, dengan syarat terpenuhinya empat perkara :
1. Berwudhu sebelum tidur seperti wudhunya mau shalat.
2. Membaringkan badan dengan badan bagian kanan.
3. Membaca lafadz dzikir diatas.
4. Jadikan lafadz dzikir sebagai akhir yang dia ucapkan.
[5] Tingkatan tidurnya orang junub :
Kondisi orang yang junub dalam tidurnya ada beberapa tingkatan diantaranya :
1. Mandi sebelum tidur dan ini tingkatan yang paling utama.
2. Mencuci kemaluannya lalu berwudhu sebelum tidur tanpa mandi.
Umul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا أرَادَ أنْ يَنَامَ، وَهُوَ جُنُبٌ، غَسَلَ فَرْجَهُ، وَتَوَضَّأ لِلصَّلاةِ.
“Adalah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam apabila beliau hendak tidur sementara beliau sedang junub, maka beliau mencuci farji nya dan berwudhu seperti wudhunya mau shalat” (HR Bukari : 288, Muslim : 305)
3. Tidur tanpa mandi tanpa wudhu, inilah derajat yang paling rendah dan hukumnya boleh tetapi ia telah meninggalkan keutamaan.
Umul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنَامُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَمَسَّ مَاءً
“Adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam beliau tidur dalm keadaan junub padahal tidak menyentuh air (tidak bersuci)”. (HR Abu Dawud : 228).
[6] Orang yang junub dianjurkan berwudhu ketika mau makan atau minum, dan hukum nya sunnah.
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha ia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ جُنُباً، فَأرَادَ أنْ يَأْكُلَ أوْ يَنَامَ، تَوَضَّأ وُضُوءَهُ لِلصَّلاةِ.
“Adalah rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam apabila beliau dalam keadaan junub lalu beliau ingin makan atau tidur maka beliau berwudhu terlebih dahulu seperti wudhunya mau shalat” (HR Bukhari : 288, Muslim : 305, lafadz ini miliknya)
Atau kalu tidak mau berwudhu maka dianjurkan mencuci tangan, sebagaimana diriwayatkan oleh Umuml Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anhu :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ تَوَضَّأَ، وَإِذا أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَشْرَبَ، قَالَتْ: غَسَلَ يَدَيْهِ.
“Adalah rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam apabila beliau mau tidur dalam keadaan junub maka beliau wudhu dan apabila beliau mau makan atau minum beliau mencuci kedua tangannya” (HR Ahmad : 24874, Abu Dawud : 222, An-Nasaa-i : 257 lafadz ini miliknya)
Dalam lafadz lain disebutkan :
وَإذا أرَادَ أنْ يَأكُل وَهُوَ جُنبٌ غَسلَ يَدَيْهِ
“Apabila beliau hendak makan padahal beliau sedang junub beliau mencuci kedua tangannya” (HR Abu Dawud : 223). Wallahu a’lam.
Abu Ghozie As-Sundawie
Tidak ada komentar: